ARSITEKTUR HUNIAN SUKU BAJO DESA TOROSIAJE DARI PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL BUDAYA BERMUKIM
DOI:
https://doi.org/10.37971/radial.v11i1.382Keywords:
Perubahan dan kebertahanan, Arsitektur Hunian, Suku Bajo, Kearifan Lokal Budaya BermukimAbstract
Permukiman Suku Bajo di Desa Torosiaje memiliki keunikan tersendiri yaitu permukiman tersebut dibangun di atas laut yang benar-benar terpisah dari daratan serta sebagian besar daerahnya didominasi oleh perairan laut. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengeksplorasi arsitektur hunian Suku Bajo di Desa Torosiaje dari perspektif kearifan lokal budaya bermukim. Metode penelitian ini menggunakan metode pengamatan alami dengan paradigma fenomenologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam permukiman Suku Bajo di Desa Torosiaje memiliki empat rumah awal (1901) dan masih bertahan hingga saat ini (2022) meskipun sudah banyak mengalami perubahan. Sampai sekarang khususnya untuk ruang yang disebut Tingnga ma Dambila Kidal (kamar depan yang terletak di sebelah kiri di dalam sebuah rumah) dan teras depan (Bunda) serta teras belakang (Buliang), masih tetap diaplikasikan ke dalam empat bangunan yang ada; Jambata’ (ruang penghubung) terdapat Dego-dego yang menjadi tempat untuk masyarakat Suku Bajo melakukan interaksi sosial berupa Pupo’ Susurang; Tiang Bendera Batte selain menjadi simbol akan adanya permukiman, juga dijadikan sebagai ritual tolak bala oleh masyarakat Suku Bajo di Desa Torosiaje.